Selasa, 02 September 2008

Fermentasi antibiotik

Fermentasi Antibiotik.
PENDAHULUAN
Bioteknologi merupakan interdisiplin yang mencakup biologi molekuler, genetika, biologi sel, mikrobiologi, biokimia dan teknik kimia. Bioteknologi bertujuan untuk mentransformasi fungsi biologis sel ke dalam proses industri. Di Indonesia, transformasi tersebut masih menghadapi banyak faktor yang dapat menjadi pembatas seperti tersedianya plant. Pembatas operasional seperti air, listrik atau bahan baku dan manusia sebagai pembatas. Adanya tenaga trampil, berpengetahuan dan berpengalaman merupakan faktor yang sangat penting dalam proses transformasi tersebut.
Kemampuan bioteknologi menghasilkan substansi alami seperti antibiotik, enzim, hormon, vitamin, asam amino dan bahan makanan pada skala besar, telah membuka kemungkinan mengembangkan zat-zat lainnya. Adanya kenyataan bahwa bakteri, yeast dan jamur berfilamen mempunyai masa regenerasi sangat pendek menjadikan mereka organisme yang ideal untui riset dan produksi berbagai substansi. Reaksi ini dapat dikendalikan ke arah tertentu dengan menseleksi organisme dan pengontrolan faktor lingkungan secara tepat. Keberhasilan manusia memanipulasi struktur gen pada saat ini, memungkinkan transfer gen terseleksi berkemampuan tinggi ke mikroorganisme yang jelas identitasnya dan mudah dikembang biakkan. Misalnya bakteri Escherichia coli, organisme sederhana ini setelah dimanipulasi dapat memproduksi human insulin di dalam fermentor. Hasil teknologi genetika ini dan produk-produk lain seperti interferon, antiliodi monoklonal, saat ini telah menjadi bagian bioteknologi modem.
Dalam pengembangan proses produksi bioteknologi, pada tahap awal perlu mengoptimasi kondisi biakan dalam sistem pertumbuhan skala kecil. Hasil yang diperoleh dari skala kecil ini kemudian ditransfer ke skala yang lebih besar. Teknik ini membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mencapai hasil yang memuaskan. Teknik shake culture merupakan tahap awal yang ideal terutama untuk fermentasi submerged. Tahap selanjutnya dilakukan dalam fermentor laboratorium di bawah kontrol kondisi yang dapat diulang sebelum memasuki skala produksi yang lebih besar.Di dalam plant produksi, fermentasi merupakan bagian pokok dari proses bioteknologi, misalnya produksi antibiotik. Fermentasi pada dasarnya merupakan pendayagunaan mikroorganisme yang aktif secara biologis. Untuk merrtransformasi substrat menjadi produk yang dikehendaki, suatu mikroorganisme harus dimanupulasi dan pengontrolan kondisilingkungan seperti temperatur, pH, oksigen terlarut merupakan bagian yang penting dalam fermentasi.

FERMENTASI
Fermentasi biasanya menggunakan satu macam mikroorganisme yang telah terseleksi. Namun pada fermentasi dual atau multiple digunakan lebih dari satu mikroorganisme. Organisme ini dapat diinokulasikan ke dalam substrat secara simultan. Fermentasi ini dilarutkan untuk menghasilkan produk yang tidak dapat dilakukan hanya dengan semacam mikroorganisme saja, atau untuk menghasilkan produk fermentasi yang berbeda tetapi mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Sebagai contoh fermentasi untuk memproduksi cuka, pertama yeast diperlukan untuk menghasilkan etil alkohol, kemudian Acetobacter digunakan untuk merubah alkohol menjadi cuka.
Fermentasi dapat dilakukan dengan cara batch per batch atau secara kontinyu. Pada fermentasi batch, pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis produk berlangsung dalam media, kemudian setelah sintesis produk maksimum, semua substrat diambil bersamaan dan dilakukan proses isolasi produk. Pada fermentasi kontinu, media nutrien ditambahkan secara terus menerus, diimbangi dengan pengambilan substrat dari fermentor juga secara terus menerus untuk mendapatkan sel-sel atau produk fennentasi. Selama fermentasi diperlukan tempat yang berisi media bernutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga organisme tersebut dapat berkembang dan menghasilkan produk yang diinginkan. Di dalam laboratorium, fermentasi antibiotik dapat dilakukan dengan berbagai cara antira lain:
1. Pada media padat.
Penelitian mikroorganisme penghasil antibiotik biasanya membutuhkan media padat untuk pertumbuhannya. Misalnya pada waktu skrining, suspensi mikroorganisme terpilih ditumbuhkan pada media padat, setelah inkubasi dalam waktu cukup, aktivitas antibiotik yang dihasilkan dapat diuji terhadap berbagai bakteri indikator. Dalam hal fermentasi antibiotik pada media padat, temperatur dan komposisi media merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan produksi antibiotik. Untuk mengontrol temperatur supaya konstan dan sesuai dengan yang dikehendaki, dapat menggunakan inkubator atau alat lain.
2. Pada media cair dengan shaker
Fermentasi antibiotik biasanya menggunakan fermentor untuk pertumbuhan biakan submerged. Namun jika fermentor tidak tersedia, teknik shake flask dapat dipakai untuk menggantikannya, tetapi dengan kondisi lebih terbatas dan kontrol parameter kurang optimum dibandingkan dengan fermentor. Teknik ini biasanya digunakan untuk berbagai percobaan fermentasi pendahuluan sebelum menggunakan fermentor sebenarnya. Sebagai con toh, setelah organisme diperoleh sebagai biakan murni, maka perlu memeriksa karakteristik biokimia atau morfologi mereka dengan menumbuhkannya pada kondisi biakan submerged. Untuk tujuan tersebut teknik shake flask dapat digunakan karena sederhana dan dapat memberikan informasi yang hetguna. lnformasi yang dapat diperoleh dri percobaan dengan teknik ini antara lain, komposisi medium, tingkat aerasi, pola pH dan parameter-parameter yang berkaitan dengan pertumbuhan dan produk yang
dihasilkan.
Pengaturan temperatur dapat dilakukan dengan menggunakan inkubator shaker atau dengan meletakkan shaker pada ruangan yang dikontrol temperaturnya misalnya dengan menggunakan heater dan termostat untuk mengontrol temperatur yang diperlukan.
Flask dapat menggunakan baffled flask atau plain flask. Pada baffled flask laju transfer oksigen akan lebih tinggi dan biasanya menyebabkan terjadinya buih. Agitasi pada shake flask selain memberikan aerasi juga memungkinkan transfer substrat dan organisme. Pada waktu fermentasi menggunakan shake flask, biasanya akan terjadi kehilangan air dari medium karena evaporasi. Seperti pernah diamati oleh Solomons (1969) pada medium biakan 100 ml dalamflask. 1000 ml dengan waktu inkubasi 48 jam pada temperatur 37�C, agitasi menggunakan reciprocating shaker laju transfer oksigen ï½ 55 mMO2/ 1 /jam, maka kehilangan air mencapai 20%. Untuk mengimbangi kehilangan air ini, ke dalam medium dapat ditambahkan akuades.
Teknik shake flask pertama kali dilakukan oleh Kluyver dan Perquin (1933). Pada dasarnya ada dua macam mekanisme dari teknik ini.
1)Reciprocating shaker.
Variasi dapat dilakukan dengan mengatur panjang stroke. Keuntungan alat ini, secara mekanis lebih sederhana dibandingkan rotary shaker. Kecepatannya dapat diatur misalnya 60 � 120 stroke per menit. Panjang stroke juga dapat diatur misalnya 4 � 8 cm. Alat ini paling sesuai digunakan untuk menumbuhkan organisme uniseluler bakteri
dan yeast.
2)Rptary shaker, bergerak dengan arah melingkar.
Variasi dapat dilakukan dengan mengatur panjang radius orbit. Alat ini dianggap sebagai tipe standar karena dapat digunakan untuk menumbuhkan semua mikroorganisme termasuk sel tanaman dan hewan. Alat ini selain mempunyai kekuatan senfrifugal juga harus mampu beroperasi pada kecepatan tinggi. Kecepatan dapat diatur misalnya antara 100 � 400 rpm dan radius orbit juga dapat diatur misalnya 1 � 5 cm
.
3. Pada media cair dengan fermentor
Teknik shake flask dengan rotary shaker atau reciprocating shaker merupakan cara konvensional dan berguna pada tahap pendahuluan proses fermentasi, penelitian dan pengembangan dalam laboratorium fermentasi. Namun cara ini akan memberikan estimasi kondisi fermentasi skala besar yang kurang baik mengenai potensi mikroorganisme dalam mensintesis produk. Oleh karena itu untuk mendapatkan estimasi kondisi fermentasi yang ideal perlu menggunakan fermentor volume kecil. Karena kondisi fermentasi dalarn fermentor kecil ini akan lebih menggambarkan kondisi fermentasi skala besar yang sebenarnya.
Fermentor berfungsi menyediakan lingkungan bagi pertumbuhan organisme atau sel di bawah kondisi terkontrol. Dalam industri fermentasi, fermentor harus memungkinkan pertumbuhan dan biosintesis paling baik bagi biakan mikroba (yang bermanfaat bagi industri) dan memberikan kemudahan untukmanipulasi semua operasi yang berhubungan dengan penggunaan fermentor. Fermentor harus dilengkapi pengontrol dan pengatur kondisi fermentasi misalnya kontrol temperatur dengan mengatur pemanas atau pendingin, kontrol pH dengan menambah asam atau alkali, kontrol agitasi dengan mengatur kecepatan stirrer dan ukuran impeller, kontrol aerasi dengan mengatur aliran gas dan kecepatan stirrer dan sebagainya. Bejana biakan merupakan bagian pokok dari setiap fermentasi, karena di dalam bejana inilah proses biologis akan berlangsung. Oleh karena itu bejana ini harus terjamin keamanannya selama proses berlangsung dan tahapan operasional dapat dilakukan dengan mudah. Bejana harus cukup kuat untuk menahan tekanan dari media dan udara. Penyusunannya harus tidak terkoreksi oleh produk fermentasi dan tidak melepaskan ion toksik ke media pertumbuhan.
Fermentasi biasanya memerlukan waktu lama. Operasinya dapat berlangsung beberapa hari, bahkan pada fermentasi kontinu dapat berlangsung beberapa minggu. Fermentasi berlangsung pada kondisi aseptik, jadi fermentor harus menjamin sterilitas kandungannya dan terpeliharanya kondisi aseptik selama periode operasi. Demikian juga alat-alat penambah inokulum, antifoam, nutrien, asam atau alkali dan sebagainya harus menjamin kondisi aseptik dan mencegah terjadinya kontaminasi mikroba yang tak dikehendaki. Berdasarkan proses penyebaran organisme dan media dalam bejana, Bull et.al. mengelompokkan jenis fermentor ke dalam 3 grup :
1)Reaktor dengan agitasi internal.
Merupakan biorekator yang paling lazim digunakan di berbagai industri fermentasi. Grup ini termasuk stirred tank reactor.
2)Bubble column bioreactor.
merupakan bioreaktor paling sederhana. Terdiri dari tabung panjang dengan beberapa sparger di bagian dasarnya. .
3)Loop reactor.
Merupakan collumn reactor di tnana percampuran dan sirkulasi diinduksi dengan alat-alat tertentu.
Berdasarkan penggunaan alat tersebut, fermentor ini dikelompokkan atas tiga jenis:
a ) Air lift loop reactor .
b)Pro peller'loop reactor.
c)Jet loop reactor .
Semua sistem fermentasi memerlukan homogenitas media maupun mikroorganisme. Sistem agitasi memungkinkan distribusi tersebut dengan meniadakan gradien konsentrasi seperti unsur media, pH, temperatur dan sebagainya. Sistem fermentasi aerob, merupakan proses industri fermentasi yang sangat penting. Dalam fermentasi aerob, selain tugas tersebut sistem agitasi mempunyai tugas tambahan memecah gelembung udara besar menjadi gelembung yang lebih kecil untuk menambah area permukaan gas dan membantu mentransfer oksigen ke dalam biakan serta menyebarkann oksigen. Impeller mempunyai peranan penting untuk menyelesaikan tugas tersebut dan keberhasilannya tergantung pada beberapa faktor antara lain kekuatan atau kecepatan rotasi, ukuran dan desain impeller, densitas dan viskositas substrat, kecepatan aliran gas dan sebagainya. Ada beberapa tipe impeller yang biasanya digunakan dalam fermentor antara lain disc turbine, vaned disc, open turbine dan marine propeller. Disc turbine merupakan tipe impeller yang paling lazim digunakan di berbagai industri fermentasi.
Cara bekerjanya untuk melakukan aerasi dan agitasi dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok:
1)Impeller bekerja tanpa baffle.
Jika impeller cukup cepat, maka akan terjadi vortex dari permukaan substrat, sehingga menarik udara ke dalam sistem. Tipe sistem fermentor ini juga disebut sebagai vortex aeration. Keunturigan sistem ini aerasinya efisien yaitu aerasi berlangsung cukup baik tanpa tenaga relatif besar. Sedang kerugiannya yaitu kesukaran untuk scale up karena kesulitan mendapatkan kesamaan aliran pada dua ukuran bejana yang berbeda.
2)Impeller bekerja menggunakan baffle.
Tipe ini paling lazim digunakan dan biasanya baffle diletakkan vertikal untuk menghalangi arus perputaran cairan sehingga memungkinkan substrat mengalami turbulensi.
Sistem fermentasi aerob memerlukan udara steril yang dimasukkan ke dalam fermentor. Cara yang biasa digunakan dengan melewatkan udara melalui filter steril. Udara memasuki fermentor biasanya melalui pipa yang terletak di bawah impeller dan udara mengalir melalui sparger. Gas yang memasuki fermentor dapat menimbulkan tekanan positif di dalam fermentor, maka laju aliran udara harus dikontrol, demikian juga sistem pengeluaran gas.
Setiap mikroorganisme mempunyai temperatur pertumbuhan berbeda dan kadang-kadang suatu organisme mempunyai temperatur pertumbuhan berlainan dengan temperatur untuk produksi antibiotik. Supaya pertumbuhan dan produksi antibiotik optimum maka temperatur optimum dalam fermentor harus dipelihara/dipertahankan. Organisme yang aktif metabolismenya, biasanya menghasilkan panas yang terakumulasi pada fermentor. Karena itu kontrol temperatur harus dilakukan dengan mengalirkan air pendingin.
Pada waktu mikroorganisme mensintesis produk metabolit, pH substrat dapat mengalami perubahan karena hasil metabolit mungkin sangat alkali atau asam. Tentu perubahan pH ini tidak disukai oleh mikroorganisme tersebut, karena dapat mengganggu pertumbuhannya dan pada gilirannya dapat mempengaruhi pembentukan produk. Untuk menjaga kemungkinan tersebut, selama proses fermentasi berlangsungke dalam substrat sering ditambahkan penyangga untuk memperlambat atau mengurangi perubahan pH yang terlalu besar. Buffer mungkin hanya sebagai penyangga pH tapi dapat juga berperan ganda yaitu sebagai penyangga pH dan sumber nutrien.


MEDIA FERMENTASI
Komposisi media dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan proses fermentasi. Faktor tersebut akan bervariasi tergantung dari organisme yang digunakan dan tujuan fermentasi. Media harus mengandung nutrien untuk pertumbuhan, sumber energi, penyusun substansi sel dan biosintesis produk fermentasi. Komponen media yang paling penting yaitu sumber karbon dan nitrogen, karena sel mikroha dan produk fermentasi sebagian besar tersusun dari komponen ini. Komposisi media dapat sangat sederhana dan kompleks tergantung pada jenis mikroba yang digunakan dan tujuan fermentasi. Mikroorganisme autotrofik misalnya hanya memerlukan media organik yang sangat sederhana untuk mensintesis semua senyawa organik kompleks yang diperlukan menopang kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel serta kebutuhan energinya. Sebaliknya mikroorganisme tertentu memerlukan media yang tersusun dari komponen sangat sederhana sampai komplek.
Di laboratorium, fermentasi antibiotik dapat dilakukan dengan media padat atau cair. Pada waktu skrining mikroba penghasil antibiotik biasanya memerlukan media selektif dalam bentuk padat. Agen pemadat yang lazim digunakan adalah agar yaitu polisakarida yang tidak mudah didegradasi oleh kebanyakan mikroba. Konsentrasi yang digunakan pada umumnya antara.l,5 � 2,0%; setelah dipanaskan sampai mendidih, maka akan menjadi padat sesudah dingin. Media padat sangat berguna untuk menseleksi dan menguji aktivitas produksi antibiotik. Pada tahap selanjutnya media cair diperlukan untuk pertumbuhan biakan submerged.
Media fermentasi antibiotik dapat dikelompokkan ke dalam media sintetik, semi-sintetik dan crude. Media sintetik yaitu semua unsumya merupakan senyawa yang relatif murni sehingga komposisi dan kuantitas bahanpenyusunnya dapat diketahui dengan jelas. Sedangkan media semi sintetik hanya sedikit saja komponen yang tidak diketahui. Kedua media ini sangat berguna pada percobhan awal untuk mengetahui kemampuan organisme memproduksi antibiotik terutama untuk mengetahui komponen-komponen yang berperanan bagi pertumbuhan organisme dan untuk mengetahui komponen yang dapat memacu pembentukan produk yang dikehendaki. Media ini lebih disukai untuk mempelajari faktor-faktor tersebut karena selain mudah dikontrol juga mudah dihilangkan atau ditambahkan. Media crude yaitu media yang komponen spesifknya tidak diketahui misalnya mollase. protein digest, corn steep liquor, yeast extract dan sebagainya. Pada tahap akhir suatu skrining, bahan ini mungkin sangat berharga karena dapat meningkatkan pertumbuhan dan/atau pembentukan produk dan mungkin akan lebih ekonomis dalam skla lebih besar. Selain mengandung bahan-bahan faktor pertumbuhan dan pembentuk produk yang tak diketahui, media ini juga dapat mengandung zat-zat yang mempunyai efek penghambat. Faktor lain yang merugikan yaitu tingginya kandungan protein dapat menyebabkan buih terutama pada media cair.
Aerasi dan agitasi ,media cair selama berlangsungnya fermentasi dapat menyebabkan buih, terutama pada media dengan kandungan protein atau peptida tinggi. Sebaliknya media yang banyak mengandung komponen anorganik dan gula relatif kurang menghasilkan buih. Kontaminasi bakteri proteolitik dapat menyebabkan degradasi protein menjadi peptida dan gilirannya menyebabkan buih. Untuk mengatasi buih yang terjadi selama berlangsungnya fermentasi dapat ditambahkan antifoam ke media fermentasi. Ada berbagai macam antifoam yang biasa digunakan antara lain lard oil, corn oil, soy bean oil, oktadekanol, silikon dan sebagainya.
Keberhasilan biosintesis produk selama fermentasi berlangsung, kadang-kadang memerlukan prekursor, yang harus ditambahkan ke dalam media. Misalnya untuk mensintesis pensilin G, memerlukan prekursor asam fenilasetat atau untuk mensintesis vitamin B-12 perlu ditambahkan prekursor kobalt anorganik, dan sebagainya. Prekursor merupakan substansi yang dapat meningkatkan hasil dan kualitas produk; prekursor dapat ditambahkan ke media sebelum fermentasi berlangsung atau secara simultan.
Untuk fermentasi antibiotik pada umumnya media inokulum berbeda dengan media fermentasi walaupun untuk beberapa fermentasi mempunyai komposisi media sama. Perbedaan ini disebabkan fungsi kedua media juga berbeda, media inokulum menyediakan nutrien supaya sel mikroba tumbuh dengan cepat, sedangkan media fermentasi terutama untuk menghasilkan produk yang dikehendaki. Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan komponen media untuk biosintesis produk adalah faktor adaptasi mikroba. Pemindahan dari media inokulum ke media fermentasi jangan sampai menyebabkan deadaptasi. Peranan media inokulum tidak kalah pentingnya dibanding media fermentasi, sehingga perlu diperhatikan komposisinya. Selain itu jumlah inokulum juga sangat. mempengaruhi biosintesis produk dalam media fermentasi. Jumlah inokulum yang dimasukkan ke media fermentasi biasanya berkisar antara 0,5 � 5%, tetapi untuk fermentasi tertentu jumlah inokulum mencapai 20% atau lebih. Untuk mendapatkan komposisi media inokulum dan jumlah yang tepat tentu diperlukan serangkaian percobaan yang memakan waktu dan tenaga.
Keberhasilan teknologi fermentasi tergantung pada penggunaan metode yang menjamin sterilitas media dan hardware sebelum memasukkan organisme ke dalam medium dan memelihara kondisi biakan tetap aseptik. Kadang-kadang kondisi aseptik juga diperlukan selama pemisahan sel dan produk, sesudah fermentasi berakhir. Mikroba yang tak dikehendaki harus dicegah memasuki fermentor bersama gas, suspensi media, inokulum atau larutan lain yang ditambahkan selama pertumbuhan sel dan sintesis produk berlangsung, karena mikroba kontaminan dapat mengubah sifat kimia nutrien, pH, menimbulkan buih dan menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme dan biosintesis produk fermentasi.
Sterilisasi media yang tidak mengandung padatan tersuspensi dapat dilakukan dengan panas, agen kimia, UV, iradiasi,atau filtrasi. Namun jika media mengandung padatan, sterilisasi dengan filtrasi tidak mungkin dan yang paling lazim menggunakan sterilisasi panas. Sterilisasi panas dapat dilakukan dalam bejana fermentasi atau dalam bejana terpisah, yaitu dengan menaikkan temperatur 121�C pada 103 Kp gauge pressure (15 psig). Dengan uap bebas udara pemanasan selama 5 menit sudah cukup, bila temperatur benar-benar merata. Bila media pekat atau mengandung konsentrasi padatan tersuspensi cukup tinggi, maka tidak semua bagian media dapat mencapai temperatur 121�C pada waktu bersamaan, oleh karena itu media dipertahankan 121�C dalam periode lebih lama. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi panas, tidak sama antara media sintetik dan crude. Media crude memerlukan waktu lebih lama karena viskositas media ini lebih besar sehingga menghalangi penetrasi panas dan spora bakteri relatif resisten terhadap panas. Namun demikian pemanasan yang terlalu lama akan dapat merusak berbagai komponen media yang mudah terdegradasi oleh panas misalnya' media yang mengandung enzim atau vitamin, akan rusak oleh panas yang tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut, sterilisasi dapat dilakukan secara terpisah misalnya dengan filtrasi. Dengan demikian besar dan lamanya pemanasan merupakan faktor yang perlu diperhatikan dan sebelum melakukan sterilisasi, evaluasi setiap komponen media dapat bermanfaat. Gas yang ditambahkan ke fermentor seperti karbon dioksida, nitrogen, oksigen atau gas lain, harus dalam keadaan steril. Sterilisasi dapat dilakukan dengan filtrasi, Pipa, klep atau bagian lain untuk transfer biakan dad bioreaktor satu ke yang lain atau penambahan inokulum, asam, alkali, antifoam dau lain-lain juga harus steril. Sterilisasi dapat dilakukan dengan uap.

PENUTUP
Fermentasi berlangsung dalam fermentor selama beberapa hari dan fermentasi tidak memerlukan banyak tenaga. Manusia dibutuhkan untuk mengatur dan mengontrol kondisi biakan selama fermentasi berlangsung seperti pH, temperatur, aliran udara, oksigen terlarut, antifoam dan sebagainya. Fermentor yang lebih modern telah dilengkapi dengan alat pengukur dan pengontrol kondisi biakan secara otomatis. Keberhasilan fermentasi selain dipengaruhi kondisi biakan juga tergantung pada persiapan sebelum fermentasi; seperti sterilisasi, pembuatan media, jumlah inokulum yang sesuai dan sebagainya. Kondisi aseptik harus selalu dipertahankan selama berlangsungnya fermentasi karena kontaminasi dapat menyebabkan kegagalan biosintesis produk. Untuk menjamin keadaan tersebut, harus diperhatikan sterilisasi media dan hardware serta sterilitas gas, media antifoam dan lain-lain yang akan ditambahkan ke dalam biakan. Bagi banyak orang, sterilisasi tampaknya sederhana yaitu hanya untuk membinasakan atau meniadakan kehidupan dalam mated yang disterilkan. Namun sebenarnya analisis yang terinci dari mated yang disterilkan akan menghindari kesalahan asumsi yang dapat berakibat fatal.
Media mempunyai peranan yang penting bagi keberhasilan fermentasi antibiotik. Media yang murah, mudah didapat, mudah digunakan dan menghasilkan kuantitas dan kualitas produk optimum tentu sangat didambakan. Indonesia yang kaya akan sumber alam mempunyai potensi sangat besar dalam menyediakan komponen media fermentasi terutama fermentasi antibiotik seperti kedelai, jagung, kentang, dan berbagai bahan alami lainnya; karena bahan tersebut mengandung berbagai nutrien yang diperlukan bagi mikroorganisme sebaga sumber karbon, nitrogen, vitamin, asam amino, garam anorganik dan faktor pertumbuhan. Tentu bahan-bahan tersebut tidak dapat langsung digunakan begitu saja, tetapi harus digali dan dicari dengan melakukan berbagai macam percobaan untuk mengolah sumber alam tersebut agar dapat digunakan setagai komponen media fermentasi yang potensiil.
















DAFTAR PUSTAKA
1.Armiger WB, Humphrey AE. Computer applications in fermentation technology. In: Microbial Technology vol II. 2nd ed London Press, Inc. 1979; 375 � 401.
2.Bull DN et aL Bioreaction for submerged culture. In: Advances in Biotechnological Processess. London: Alan R. Liss Inc. 1983: 1�30.
3.Casida LE. Introduction microbiology. London: John Wiley & Son, Inc. 1968: 25�49; 117�135; 221�257.
4.Davis ND, Olevins WT. Method for laboratory fermentation. In: Microbial Technology vol H. 2 nd. ed. London Academic Press, Inc. 1979: 303�29.
5.Solomons GL, Nyiri LK. Instrumentation of fermentation systems. In: Microbial Technology vol II. 2 nd. ed. London Academic Press, Inc. 1979: 1-70.
6.Tannen LP, Nyiri LK. Instrumentation of fermentation systems. In: Microbial Technology vol II. 2nd. ed. London Academic Press, Inc. 1979: 331�74

Tidak ada komentar: